31 Mei 2009

SPPN Adakan Ritual Mandi Kembang

SPPN adakan ritual mandi kembang
Sebelum pengumuman kelulusan kelas XII

SAMPIT – Ada yang unik di Sekolah Pertanian Pembangunan Negeri (SPPN) Sampit ketika menunggu hasil pengumuman kelulusan dan ini sudah sering diadakan tiap tahun yakni bagi siswa kelas XII yang akan meninggalkan bangku sekolah wajib mandi kembang 7 rupa.
Ritual mandi kembang 7 rupa ini diwajibkan bagi seluruh siswa dengan tujuan agar siswa yang lulus tidak akan melakukan coret-coret baju seperti dilakukan para siswa setelah mengetahui dirinya telah lulus.
Kepala Sekolah SPPN Sampit melalui Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Saprudin mengatakan, ritual mandi kembang ini diadakan tiap tahun dan sifatnya wajib bagi siswa kelas XII baik perempuan maupun laki-laki. “Untuk perempuan hanya mandi kembang dengan cara menceburkan diri kedalam bak mandi yang telah disiapkan, sedangkan laki-laki selain mandi juga potong rambut,” katanya disela-sela prosesi kegiatan akhir pekan tadi.
Menurutnya, ritual mandi kembang 7 rupa ini untuk mengantisipasi seluruh siswa yang akan meninggalkan bangku sekolah coret-coret baju dan melakukan hal lainnya. “Saya kira dengan pakaian yang basah siswa tersebut untuk melakukan coret-coret baju ataupun jenis lainnya tidak akan terjadi, kecuali mereka ganti pakaian,” sebutnya.
Dia menambahkan, prosesi mandi kembang teresbut disaksikan siswa kelas X-XI dan ini juga bertujuan memberikan contoh bahwa mereka (kelas X-XI) akan melakukan hal sama seperti yang tengah dilakukan oleh kelas XII. “Ritual ini sifatnya wajib, bagi siswa SPPN Sampit,” pungkasnya. (fin)

SPPN Adakan Praktik Kejuruan

Praktik Buat Kripik dan Susu
Siswa SPPP Gelar Praktik Kejuruan

SAMPIT – Sebanyak 33 siswa kelas XI Sekolah Pertanian Pembangunan Negeri (SPPN) mengadakan praktik kejuruan. Praktik itu untuk mengetahui sejauhmana penyerapan teori yang telah dipelajari.
Praktik kejuruan tersebut diikuti 2 jurusan yakni jurusan Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) dan jurusan Perkebunan. Kedua jurusan tersebut mengadakan praktik dengan jadwal waktu yang sama diruang kelas masing-masing.
Kepala SPPN Sampit melalui Kepala Seksi (Kasi) Pendidikan Saprudin mengatakan, meskipun kedua jurusan itu berbeda tetapi untuk mata pelajaran sama yakni mengadakan praktik membuat bahan mentah menjadi bahan jadi dan siap untuk dijual.
“Untuk jurusan TPH praktik membuat susu kedelai dan kripik singkong, sedangkan jurusan perkebunan emping melinjo dan minyak kelapa,” katanya disela-sela kegiatan akhir pekan tadi.
Dia menambahkan, hasil praktik yang dibuat oleh para siswa tersebut selain dipasarkan juga dikonsumsi sendiri. “Biasanya dikonsumsi sendiri ini bertujuan agar siswa yang mengolah tersebut mengetahui tentang rasa kemudian akan menganalisa mana yang perlu ditambah dan dikurangi,” sebutnya.
Dia melanjutkan, sebelum diadakan praktik langsung, para siswa tersebut telah dibekali dengan diberikan teori-teori sesuai dengan jurusannya masing-masing. “Untuk teori 30 persen sedangkan praktik 60 persen,” bebernya. (fin)

Jambore Guru 2009

Jambore Guru Dimajukan 22 Juni

SAMPIT – Jambore guru se-Kotim dilaksanakan lebih cepat empat hari dari jadwal sebelumnya. Hasil itu didapat setelah pihak panitia, yakni Disdikpora Kotim melakukan rapat koordinasi. Sebelumnya jambore guru dijadwalkan dari tanggal 26-28 Juni mendatang.
“Sesuai kesepatan jambore guru kita gelar mulai 22 hiung 24 Juni di Pantai Ujung Pandaran,” kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kotim Yanero, kemarin (29/5).
Menurut Yanero, revisi dilakukan karena pada tanggal 26 Juni bertepatan dengan ujian semester Universita Terbuka (UT). Sementara mahasiswa UT didominasi para guru.
Yanero berharap dengan jadwal yang telah ditetapkan ini tidak akan ada lagi perubahan. “Kita tinggal menunggu pelaksanaannya saja, dan hingga kini persiapan demi persiapan terus dikerjakan karena jambore guru tahun ini diperkirakan lebih semarak dibandingkan tahun sebelumnya,” bebernya.
Dia menambahkan dalam jambore guru ini akan mengundang kabupaten tetangga seperti Seruyan dan Kobar. Sementara untuk target peserta sebanyak 4.000 orang.
Disamping itu, ada 3 buah rumah yang dibedah dan ini di tiga desa yakni Lampuyang, Basarang dan Ujung Pandaran. “Untuk dana bedah rumah tersebut disamping bantuan dari pemkab kotim juga sumbangsih sukarela dari guru-guru,” pungkasnya. (fin)

08 Mei 2009

Alumni SPP Negeri Sampit

Lulusan SPP Berpeluang Bekerja di Perkebunan

SAMPIT – Lulusan Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Negeri Sampit mempunyai peluang kerja cukup luas. Pasalnya, sekolah yang berada dibawah nauangan Dinas Pertanian dan Peternakan Kotim ini telah menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan perkebunan.
Hal ini disampaikan Kepala SPP Negeri Sampit Zeth Sipahelut saat acara perpisahan siswa-siswi kelas XII SPP Negeri Sampit tahun ajaran 2008/2009, kemarin (7/5).
Menurut Zeth, setiap alumni SPP tiap tahunnya diminta untuk dipekerjakan di perusahaan-perusahaan perkebunan sawit. Dengan berbagai keahlian pada beberapa bidang ilmu pertanian itulah yang membuat pihak perusahaan tertarik.
“Tapi tidak semua yang direkrut, namun yang jelas sudah ada kerjasama baik antara pihak perusahaan dengan sekolah,” bebernya.
Disamping itu, lanjutnya, SPP juga menjalin kerjasama dengan Jepang. Kerjasama itu berupa program magang di negeri Sakura itu. “Untuk tahun 2009 ini siswa kami dimagangkan di Jawa sebanyak 52 orang,” ungkapnya.
Namun Zeth menyanyangkan, meski kesempatan bekerja terbuka lebar, masih ada beberapa alumni yang tidak mau bekerja di perusahaan Sawit padahalnya. “Alasannya banyak, nggak betahlah, sepi lah,” kata Zeth.
Saat ini kata Zeth, SPP telah menjalin kerjasama dengan 3 perusahaan besar sawit seperti, PT Agro Harapan Lestari, PT BGA dan PT Mustika Sembuluh.
Zeth berharap, para alumni tahun ini bisa memanfaatkan peluang kerja yang terbuka lebar ini. Apalagi perusahaan sangat membutuhkan SDM yang handal dan siap pakai. (fin)

07 Mei 2009

Guru Bandel

Tindak Tegas Guru “Bandel”

SAMPIT – Tak ada kelonggaran bagi guru-guru “bandel”. Mereka yang kerap menyepelekan aturan dan mangkir dari tugas akan mendapat sanksi berat dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kotim. Mulai dari penurunan pangkat, pemotongan gaji hingga pemberhentian dari pegawai negeri sipil (PNS).
Kepala Cabang UPTD Disdikpora Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Jumaidi menegaskan untuk pemantauan di lapangan terutama di sekolah diserahkan kepada kepala sekolah bersangkutan. Pihaknya juga meminta kepada sekolah harus berani bertindak tegas bila ada salah satu gurunya berperilaku seperti itu.
“Kalau ditemukan seperti itu segera laporkan. Jangan ditutup-tutupi,” kata Jumiadi kepada 45 kepala SD/MI yang ada di wilayahnya saat membahas teknis pelaksanaan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) tingkat SD/MI dan ujian sekolah serta ujian praktik, dan pembagian NIP versi baru di SDN 8 Sampit, kemarin (5/5).
Kepada para guru, kata Jumiadi, harus tetap mengutamakan pofesionalitas. Dan jangan bertindak setengah-setengah. “Kalau sudah diangkat jadi guru tolong tunjukan ke profesionalan sebagai tenaga pendidik,” imbaunya.
Dia menambahkan, sebagai tenaga pendidik, semestinya memberikan contoh teladan yang baik. Apalagi saat ini sudah ada guru yang lolos sertifikasi. “Jangan setelah diangkat jadi guru justru tidak mau diatur apalagi yang sudah bersertifikasi, saya harapkan tidak terjadi seperti itu,” tandasnya.
Menurutnya, profesional tenaga pendidik untuk mencerdaskan anak bangsa saat ini hingga mendatang sangat dibutuhkan sehingga output benar-benar berkualitas dan berkuantitas. “Ujung tombak untuk mencerdaskan anak bangsa ada dipundak guru, untuk itu marilah kita menunjukan kinerja yang benar-benar profesional mencetak generasi yang handal dan mampu bersaing,” pungkas Jumaidi. (fin)

Guru Kontrak Daerah di Perpanjang

Ratusan Guru Kontrak Daerah Diperpanjang

SAMPIT – Masa kerja ratusan guru kontrak daerah akan diperpanjang. Keputusan itu diambil karena sejauh ini kabupaten Kotim masih kekurangan ribuan guru untuk semua jenjang pendidikan.
Bupati Kotim HM Wahyudi K Anwar mengatakan dengan dilakukan perpanjangan, penggajian guru kontrak daerah tetap menjadi tanggungjawab pemkab Kotim. Kecuali untuk mereka yang berstatus guru honorer sekolah.
“Pengangkatan guru PNS belum cukup untuk memenuhi kekurangan guru di daerah ini. Karenanya guru kontrak daerah yang telah mengajar dibeberapa sekolah masa kerjanya kita perpanjang,” kata Wahyudi.
Khusus guru honorer sekolah, pihaknya memberikan kebebasan kepada kepala sekolah untuk melakukan pengrekrutan. Konsekuensinya penggajiaannya menjadi tanggungjawab sekolah.
“Masing-masing bisa merektur guru kontrak sebanyak dua orang untuk membantu proses belajar mengajar. Kebijakan ini, agar tidak adalagi guru yang mengajar hingga dua atau tiga mata pelajaran,” katanya.
Wahyudi menambahkan kekurangan guru di Kotim disebabkan persoalan mendasar, diantaranya pembukaan unit sekolah baru dan penambahan ruang kelas. Karenya, secara bertahap kekurangan guru itu akan dituntaskan baik melalui perekrutan calon pegawai negeri sipil (CPNS) maupun guru kontrak daerah.
Untuk diketahui pada tahun 2008 lalu, pemkab Kotim mendapat tambahan guru sebanyak 225 guru untuk bidang studi dan guru kelas dari perekrutan CPNS.
Rinciannya, guru TK 11 orang, guru kelas SD 83 orang, guru agama Islam 7 orang, guru agama Kristen 1 orang, guru agama Katholik 1 orang, guru agama Hindu 2 orang, guru olahraga 4 orang, guru SMP 81 orang, guru SMA 19 orang dan guru SMK 16 orang. (ton)

PSB 2009 Gratis

PSB SD dan SMP Gratis

SAMPIT – Untuk penerimaan siswa baru (PSB) tahun ajaran 2009/2010 Pemerintah Kabupaten Kotim melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) menggratiskan uang pendafataran, baik tingkat SD hingga SMP. Hal ini disampaikan Kabid Dikdas Disdikpora Kotim Agus Suryo Wahyudi saat ditemui di ruang kerjanya, kemarin.
“Kebijakan pengratisan untuk pendaftaran PSB ini, baru kita laksanakan tahun ini, sementara tahun-tahun ajaran baru sebelumnya, semua keputusan tentang pungutan uang pendaftaran tergantung sekolah masing-masing sesuai dengan otonomi sekolah,” kata Agus Suryo.
Hal ini dilakukan karena dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalami kenaikan termasuk juga dana sharing BOS dari APBD Kotim. Selain biaya pendaftaran PSB digratiskan, Pemkab Kotim juga menggratiskan biaya pendidikan baik SD hingga SMP.
“Kita mengharapkan, baik sekolah swasta maupun negeri tidak memungut biaya pendaftaran PSB. Jika itu dilakukan Disdik tidak segan-segan akan memanggil sekolah bersangkutan,” tegasnya.
Dia menambahkan, setiap calon siswa baru maupun masyarakat hendaknya proaktif terhadap jalannya penerimaan siswa baru. Termasuk juga melaporkan bila masih ada sekolah yang melakukan pungutan.
“Kami hanya ingin masyarakat tahu bahwa pemerintah sudah memperhatikan bahwa pendidikan wajib belajar 9 tahun sudah digratiskan kecuali pakaian, sepatu dan alat tulis masih ditanggung oleh orang tua siswa,” tukasnya.
Sementara itu terkait dengan sistem PSB ini, dia mengatakan tidak ada peraturan khusus, semua kebijakan diserahkan kepada otonomi sekolah apakah melalui seleksi atau tidak, tapi ada beberapa sekolah yang biasanya melalui seleksi.
“Seleksi PSB ini, biasanya hanya dilakukan sekolah unggulan, karena sekolah ini dipersiapkan menjadi sekolah kategori mandiri (SKM) menuju sekolah bertarap nasional, sehingga dibutuhkan SDM yang berkualitas, namun tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang ada,” ungkapnya.
Dia hanya mengharapkan dalam penerimaan siswa baru khususnya yang melakukan seleksi, harus benar-benar melakukan seleksi murni, sehingga hasilnyapun sesuai dengan harapan, sebagai siswa yang menempuh pendidikan di sekolah unggulan. (fin)

Dikpora hentikan bantuan kesekolah naungan Depag

Disemprit BPK, Disdikpora Stop Bantuan
Untuk Sekolah yang Berada di Bawah Naungan Depag

SAMPIT – Terhitung sejak tahun 2008, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kotim menghentikan bantuan kepada sekolah yang berada di bawah naungan Departemen Agama (Depag). Alasannya, cara itu ditempuh untuk menghindari pendobelan bantuan yang juga dikucuran Depag.
Kepala Disdikpora Kotim Yanero mengatakan sejak itu (baca: tahun 2008) Depag juga mendapatkan kucuran dana dari pemerintah pusat untuk peningkatan infrastruktur sekolah yang berada di bawah binaannya.
“Karena saat itu kita belum tahu, bantuan kepada beberapa sekolah yang dibina Depag tetap diberikan. Tapi justru upaya itu mendapat teguran dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Disebutkannya cara itu tidak diperkenankan lagi,” jelas Yanero kepada Radar Sampit, kamarin (30/4).
Sebelum ada kebijakan itu, kata Yanero, Disdikpora turut membantu sekolah-sekolah yang berada di bawah binaan Depag. Meski jumlahnya tidak sebanyak sekolah yang memang berada di bawah pengawasan Disdikpora, upaya itu cukup membantu.
“Saat itu kita tidak membedakan status. Bantuannya tetap mengacu sakala prioritas,” ujar Yanero.
Ditegaskannya setelah sama-sama mendapatkan kucuran dari dari pemerintah pusat, bantuan untuk sekolah yang berada dibawah pengawasan Depag tidak diberikan lagi.
“Jadi, kami sudah tidak bisa membantu lagi karena sudah ada Depag yang menanggani sekolah swasta terutama dibawah naungan Depag seperti MI/MTs dan MA, dan bahkan pondok pesantren dan salafiyah,” sebut Yanero.
Yanero berharap, kepada sekolah swasta hendaknya mengerti bahwa peraturan ini telah dikeluarkan dan perlu diketahui penangganan sekolah antara dibawah naungan Dinas Kabupaten dengan Kandepag Kotim sudah ditentukan. (fin)

02 Mei 2009

Hardiknas 2009

TEMA HARDIKNAS 2009 : Pendidikan Sains, Teknologi & Seni Menjamin Pembangunan Berkelanjutan dan Meningkatkan Daya Saing Bangsa

BIOGRAFI : Ki Hajar Dewantara (2 Mei 1889 - 26 April 1959)
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 – wafat di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun[1]; selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Departemen Pendidikan Nasional. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah.
Masa Muda dan Karir
Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ia menamatkan pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda). Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.
Aktifitas Pergerakan
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD). Ketika kemudian DD mendirikan Indische Partij, Soewardi diajaknya pula.
Als ik eens Nederlander was
Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Ia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom KHD yang paling terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik eens Nederlander was"), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, tahun 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut."Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".Beberapa pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini asli dibuat oleh Soewardi sendiri karena gaya bahasanya yang berbeda dari tulisan-tulisannya sebelum ini. Kalaupun benar ia yang menulis, mereka menganggap DD berperan dalam memanas-manasi Soewardi untuk menulis dengan gaya demikian.Akibat tulisan ini ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Namun demikian kedua rekannya, DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal sebagai "Tiga Serangkai". Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.
Dalam Pengasingan
Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia).Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Taman Siswa
Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922: Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. ("di depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang mendukung"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Taman siswa.
Pengabdian di Masa Indonesia Merdeka
Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan) yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959).Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959. (Wikipedia)