22 Desember 2009

Rapor Pendidikan Kotim Masih Merah

SAMPIT– Rapor pendidikan di Kabupaten Kotawaringin Timur masih dianggap merah. Ini bukan sembarang penilaian, dan bisa dipertanggungjawabkan sebagai hasil penilaian kinerja dan tata kelola sektor pendidikan hasil local governance capacity assessment (LGCA).

Penilaian tata kelola sektor pendidikan mencakup lima bidang strategis, yakni transparansi dan akuntabilitas, pengendalian sumber daya yang efisien, standar pelayanan pendidikan, sistem pengendalian manajemen, serta sistem informasi manajemen. Kelima bidang strategis inilah yang akan membentuk indeks tata kelola pendidikan di daerah (Local Education governance index).

Hasil LGCA disusun berdasarkan data hasil survei yang dikumpulkan oleh tim enumerator di 50 daerah program Basic Education Capacity-Trust Fund (BEC-TF), dikombinasikan dengan beberapa data komposit yang berasal dari SUSENAS, PADATI dan data sekunder lainnya.

Penyusunan instrumen penilaian dilakukan pada Desember 2008, Februari 2009, diikuti dengan uji coba pada beberapa daerah yang bukan daerah program BEC-TF, survei LGCA aktual dilakukan oleh survei meter antara Maret-Mei 2009 pada seluruh 50 program BEC-TF. Terkait dengan kebijakan pelaksanaan program, maka penting ditetapkan kategori daerah menjadi kategori “Hijau”, ”Kuning”, ”Merah” yang sangat erat kaitannya dengan kinerja daerah dalam pengelolaan sektor pendidikan.

Konsultan asal Jakarta Toher menjelaskan, program BEC-TF adalah bantuan berasal dari Belanda melalui Uni-Eropa senilai Rp2,5 miliar yang diberikan selama 3 tahun secara bertahap untuk perbaikan tata kelola pendidikan. “Kotim termasuk daerah yang mendapatkan dana dari 50 kabupaten/kota se-Indonesia,” ujarnya, belum lama ini.

Dia menguraikan, spider diagram pencapaian tata kelola pendidikan daerah khususnya Kotim menurut bidang strategis antara lain, transparansi dan akuntabilitas mendapat nilai 10.24 persen atau urutan 49 dari 50 daerah, standar pelayanan pendidikan nilai 44.90 persen atau urutan 31 dari 50 daerah, sistem pengendalian manajemen nilai 10.02 persen atau urutan 50 dari 50 daerah, sistem informasi manajemen nilai 4.49 persen atau urutan 48 dari 50 daerah serta pengendalian sumberdaya yang efisien nilai 38.33 persen atau urutan 29 dari 50 daerah.

“Berdasarkan diagram diatas bahwa Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Provinsi Kalteng kategori kurang (merah),” ungkap Toher ketika menyampaikan sosialisasi BEC-TF di Balai Penataan Guru (BPG) yang dihadiri oleh Kepala Sekolah SD-SMP, pengawas, dewan pendidikan, LSM pendidikan dan para wartawan beberapa pekan lalu.

Toher menyebutkan, ada beberapa faktor kelemahan yang dominan mengapa Kotim mendapat nilai kurang (merah) antara lain, dewan pendidikan tidak terlibat dalam penyusunan rencana strategis (renstra) satuan kerja perangkat daerah (SKPD), kurang transparansi dan akuntabilitas SKPD selaku pemegang catatan kemajuan atas rencana kegiatan dan anggaran serta realisasi kegiatan dan anggaran, kurang memberi peluang bagi para pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam penilaian pelayanan SKPD pendidikan, sekolah, dewan pendidikan dan lainnya.

Sedangkan faktor kelemahan secara umum meliputi, laporan keuangan tidak dipublikasikan misalnya melalui media massa setempat dan pada papan pengumuman resmi atau melalui website, masyarakat tidak dihadirkan pada sidang DPRD yang mendiskusikan laporan pertanggungjawab dan hasil audit BPK. “Masih banyak lagi kelemahan yang dominan sehingga mendapatkan nilai kurang (merah),” imbuhnya.

Melalui program BEC-TF bantuan berasal dari Belanda melalui Bank dunia ini sebesar 2,5 miliar secara bertahap selama 3 tahun dari 50 Kabupaten/Kota termasuk Kotim akan memperbaiki tata kelola pendidikan yang dinilai kurang (merah) yang disebutkan diatas. (fin)

11 Desember 2009

Usai terima SK, Dibuka Penerimaan Guru Kontrak

SAMPIT – Tahun ini sebanyak 38 guru kontrak yang tersebar di beberapa sekolah lolos seleksi CPNSD Kotim tahun 2009. Untuk mengisi kekosongan yang akan ditinggalkan, Disdikpora berniat merekrut guru kontrak baru.
Kepala Seksi Tenaga Teknis Pendidikan Dasar Tri Sentot Raharjo mengatakan, jumlah yang mengikuti tes CPNS itu sekitar 38 guru dan bahkan lebih sehingga secara otomatis guru akan mengalami kekurangan. “Untuk itu kami merencanakan akan membuka kembali,” ungkapnya kemarin (3/12).
Akan tetapi, lanjut Sentot, tidak ada kepastian kapan akan dibuka pengangkatan guru kontrak tersebut mengingat guru yang telah dinyatakan lulus tes CPNS tersebut masih belum menerima SK. “Informasi terakhir yang saya terima sekitar bulan Januari 2010 SK akan dikeluarkan,” sebut Sentot.
Dia melanjutkan, untuk penerimaan guru kontrak tahun 2010 secara otomatis akan dilaksanakan setelah guru yang lulus tes CPNS tersebut menerima SK. “Karena informasinya bulan Januari kemungkinan banyak akan dilaksanakan pada bulan Pebruari,” jelasnya.
Sedangkan mengenai pengangkatan melalui seleksi berkas dimana dalam pelaksanaannya menggunakan dana pengguna anggaran (DPA) Satuan Perangkat Daerah (SPD) Kotim atau dari APBD.
Dia menambahkan, sebagian besar guru yang telah lulus CPNS tersebut akan ditempatkan didaerah dengan alasan sesuai dengan formasinya yang telah disetujui oleh daerah. “Untuk jenjang SD-SMP sebagian besar ditempatkan didaerah sedangkan jenjang SMA/SMK/Sederajat sebagian kecil didaerah perkotaan,” bebernya.
Dia berharap, mudah-mudahan apa yang sudah dibuat tidak mengalami perubahan sesuai dengan formasinya. (fin)

Bertahap, Sebelum 2014 SD-SMP Jadi SSN

SAMPIT – Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Kotawaringi Timur (Kotim) berkeyakinan sebelum tahun 2014 sekolah untuk jenjang SDN hingga SMP sudah menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN). “Kita akan penuhi itu semua secara bertahap dan menyesuaikan dengan anggaran yang tersedia,” ungkap Kepala Bidang Pendidikan Dasar Agus Suryo Wahyudi diruang kerjanya kemarin (3/12).
Saat ini, lanjut Agus, sudah ada 3 sekolah yang memperoleh predikat Rintisan Sekolah Standar Nasional (RSSN) yakni SMPN 1 Mentaya Hilir Selatan (Samuda), SMPN 1 Bagendang Kecamatan Mentaya Hilir Utara dan SMPN 3 Sampit. “Sedangkan yang sudah menjadi SSN SMPN 2 Sampit dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SMPN 1 Sampit,” sebut Agus.
Agus menjelaskan, untuk tahun ini ada penambahan sekolah yang menjadi RSSN yakni SMPN 1 Mentaya Hilir Selatan (Samuda), dimana sekolah tersebut telah memenuhi kriteria dari 8 standar nasional pendidikan. “Ini bukan main-main karena tim penilainya langsung dari pusat yakni direktorat,” terangnya.
Dia menambahkan, selain delapan standar nasional pendidikan juga ada tambahan untuk nilai plus yaitu, indikator kinerja kunci minimal (IKKM) seperti akreditasi dan kurikulum. “Disamping itu, sekolah mampu mengadakan dua bahasa (bilingual) dan menonjolkan kegiatan muatan lokal,” bebernya.
Yang jadi permasalahan kenapa lamban perubahan status tersebut, Agus menjawab ada beberapa faktor penyebabnya seperti pada kesediaan guru, biaya, sarana dan prasaran serta manajemen sekolah. “Terkadang inilah yang jadi penghambat mengapa sekolah tidak mau mengajukan untuk merubah status menjadi RSSN,” jelasnya.
Untuk itu, dia menyarankan, diperlukan kebersamaan atau komitmen semua pihak baik pemerintah masyarakat dan pihak sekolah. “Tanpa adanya saling membantu apa yang diharap demi kemajuan pendidikan tidak bisa berjalan dengan baik. Jadi, kesimpulannya membangun kebersamaan,” pungkasnya. (fin)