13 Agustus 2009

Studi Banding Pemborosan

Studi Banding Hanya Pemborosan

SAMPIT – Ketua Dewan Pendidikan (DP) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Supangat menilai kegiatan studi banding yang kerap dilakukan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kotim hanya pemborosan saja. Sebab realisasi dari kegiatan studi banding ke luar daerah banyak tidak terbukti.

Ia berpandangan, studi banding ke luar daerah sah-sah saja asalkan sepulang studi banding hasilnya benar-benar bisa diterapkan. “Yang ikut studi banding semestinya juga diseleksi karena menggunakan uang negara,” ujarnya.

Supangat menilai studi banding yang telah dilakukan sejauh ini masih terkesan sebatas jalan-jalan. Selain itu yang ikut studi banding juga tidak sesuai dengan yang akan dibandingkan ke tempat yang dikunjungi. “Sesuaikan dengan levelnya, dan bukan dipaksakan karena yang ditakutkan realisasinya bisa tidak jalan dikarenakan levelnya berbeda,” sebut Supangat.

Dia mencontohkan, seperti sekolah yang menuju ke Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) seharusnya yang ikut studi banding itu sekolah yang sudah Sekolah Standar Nasional maupun yang sedang menuju Rintisan-SBI. “Yang terjadi justru sebaliknya tidak sesuai level,” imbuhnya.

Jadi harap dia, sepanjang itu diperlukan dan benar-benar bisa terealisasi dengan baik, maka studi banding itu bisa dilaksanakan apalagi tujuannya untuk mengejar ketertinggalan dan membuat program kerja yang akan dicapai.

Pemerhati pendidikan Hasan Basri menambahkan, studi banding ke luar pulau ini baik saja dilaksanakan asalkan apa yang dilihat dan diamati selama kurun waktu yang disiapkan dalam kunjungan benar-benar bisa diterapkan didaerahnya masing-masing. “Kami setuju saja, apalagi itu dalam hal peningkatan mutu pendidikan asalkan bisa dipertanggung jawabkan,” pungkasnya. (fin)

10 Agustus 2009

TK banyak tak kantongi izin

Banyak TK Tak Kantongi Izin Operasional

SAMPIT – Menjamurnya sekolah taman kanak-kanak (TK) di Kotim tidak dibarengi dengan sikap baik untuk melaporkan keberadaannya ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora). Padahal, dengan pelaporan tersebut menjadi syarat untuk mendapatkan izin operasional.

Kepala Seksi TK/SD pada Disdikpora Kotim Sugiyanto mengatakan dari sekian banyak TK ataupun play group yang beroperasi yang melaporkan keberadaannya ke Disdikpora sangat minim. Padahal, katanya, pelaporan itu sangat tidak sulit.

“Pertama-tama melaporkan ke beradaannya ke Kantor UPTD Dikpora Kecamatan masing-masing, kemudian dari UPTD menyampaikan ke Dinas Kabupaten untuk mengeluarkan izin operasional,” ungkapnya di ruang kerjanya kemarin (7/8).

Sugi mengatakan dengan semakin banyaknya TK akan sangat membantu pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa. Namun yang terpenting, aturan pendirian suatu lembaga pendidikan juga harus dipenuhi. Misalnya seperti pelaporan ke Disdikpora untuk mendapatkan izin operasional.

Dia menambahkan untuk memperoleh izin operasional ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi, misalnya membuat profile sekolah dan pernah meluluskan muridnya. “Untuk mengurus izin operasional tidak dipungut biaya sepersenpun,” terang mantan Kepala UPTD Dikpora Kecamatan Mentaya Hulu ini.

Dia melanjutkan, meskipun syarat sudah dipenuhi bukan berarti izin operasional akan dikeluarkan secepatnya. “Kami akan tinjau dan cek ke lapangan, apabila memenuhi persyaratan maka izin operasional akan dikeluarkan,” pungkasnya. (fin)

Kunker guru Kotim ke Bandung

Kunker Guru Dibanderol Rp126 Juta

SAMPIT – Tak hanya wakil rakyat yang doyan melakukan kunjungan kerja ke luar daerah. Kegiatan yang diyakini mampu meningkatkan kemampuan pribadi maupun lembaga terhadap bidang tertentu, juga diikuti para guru di kabupaten Kotim. Selama lima hari (10-15 Agustus), mereka akan melakukan kunjungan belajar ke beberapa SMA dan SMK di Bandung, Jawa Barat.

Dari infomasi yang didapat Radar Sampit total anggaran yang dikeluarkan untuk pembiayaan kunjungan belajar tersebut sebesar Rp126 juta. Dana yang bersumber dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraha (Disdikpora) Kotim ini digunakan untuk membiayai 35 orang guru. Rinciannya per guru dianggarkan Rp3,5 juta.

Kepala Disdikpora Kotim H Yanero mengakui jangan dilihat dari angka yang dialokasikan, tapi hasil capaiannya. Menurutnya, program kunjungan belajar ke sekolah favorit membawa manfaat yang cukup besar bagi pengembangan individu guru maupun kepala sekolah dalam meningkatkan mutu sekolahhnya. “Saya berharap peserta tidak mensia-siakan kesempatan ini. Apa yang didapat nanti bisa diaplikasikan ke sekolah masing-masing,” ucapnya.

Dalam kunjungan belajar tersebut dipilih beberapa sekolah yang telah meraih predikat taraf internasional, di antaranya, SMAN 3, SMKN 4 jurusan otomotif dan SMKN 8 jurusan teknik informasi.

Sementara Kepala Seksi Tentis Pendidikan Menengah Jailani menambahkan, kegiatan untuk kunjugan kepulau Jawa ini sudah berjalan selama 3 tahun ini. Sedangkan tujuannya adalah memberikan pengetahuan dan wawasan tambahan kepada para pendidik kemudian sekembalinya bisa diterapkan ke sekolahnya masing-masing. (fin)

02 Agustus 2009

Opini "Beda kulit dan isi"

Beda kulit dan isi

SUATU sore, ketika lagi berbincang dengan teman kaka kelas satu sekolah dulu. Dia lantas bercerita banyak tentang salah satu anak didiknya yang jadi juara tingkat Provinsi dan rencananya akan diberangkatkan ketingkat Nasional, namun dibatalkan.
Kasus pembatalan ini menurut dia, tidak hanya terjadi sekali namun tiap kali pengiriman perwakilan Kabupaten Kotim untuk mewakili Provinsi ketingkat Nasional selalu dibatalkan misalnya dalam cabang karate.
Rawut wajahnya begitu tegang ketika menceritakan anak didiknya itu tidak diberangkatkan, bukan karena tidak ada biaya melainkan nepotisme dari oknum pejabat pelaksana teknis lapangan memberangkatkan bukan pelatih atau pembina atlet sebenarnya melainkan teman sejawat. Mungkin ini bukan hanya terjadi di Kabupaten saja melainkan ditingkat Provinsipun sama.
Nepotisme, memang telah lama menjelma dikalangan pejabat teknis lapangan dan bahkan berani menjual nama pelatih agar nafsunya ingin mendampingi para perwakilan yang akan diberangkatkan bisa terlaksana karena hanya ada satu tujuan meraup keuntungan.
Keuntungan disini bisa diartikan sebagai refresing atau jalan-jalan, karena menggunakan bahasa “mumpung” disamping itu, dari bentuk refresing tersebut ada imbalan yang dibilang lumayan besar yakni minimal Rp. 1 juta sebagai ongkos lelah selama mendampingi para perwakilan.
Teman saya ini yang sekarang bertugas sebagai security lantas mencontohkan, pada saat mewakili Kabupaten Kotim ketingkat Provinsi beberapa bulan yang lalu. Disecarik kertas terdapat tulisan “Untuk biaya transportasi dan akomodasi ditanggung sepenuhnya oleh panitia pelaksana,” alhasil, setelah pembagian uang saku untuk atletik ternyata tiap orang diminta biaya transportasi dan akomodasi dengan alasan panitia kekurangan dana. “Tiap orang diminta dua ratus ribu,” ujarnya dengan kesal.
Kekesalannya ditumpahkan dengan mengepalkan tangan kanannya kuat-kuat sebagai ekpresi bahwa apa yang dilakukan oleh oknum pejabat tersebut “beda kulit dan isi”. Mengapa beda kulit dan isi?. Menurut dia, dimata publik bahwa kegiatan ini murni demi pemenang namun dibelakang publik bagai sosok hantu yang menakutkan serta menyebalkan dan tidak ada rasa malu bahwa apa yang tengah dilakukan itu membawa nama baik instansi tempat bekerja. “Dia tidak segan-segan menjual nama instansi demi hawa nafsunya,” celotehnya.
Diakhir perbincangan, maklum matahari sudah condong diarah barat dan warna langit merah bercampur dengan kuning keemasan. Dia sempat bertanya, akankah nepotisme ini bisa dilenyapkan?, dan adakah orang yang benar-benar jujur menjalankan tugas yang diamanahkan?, dan bisakah penomena ini sirna apabila masih terdapat otak-otak yang didalamnya berisi ambisi keserakahan. (fin)