02 Agustus 2009

Opini "Beda kulit dan isi"

Beda kulit dan isi

SUATU sore, ketika lagi berbincang dengan teman kaka kelas satu sekolah dulu. Dia lantas bercerita banyak tentang salah satu anak didiknya yang jadi juara tingkat Provinsi dan rencananya akan diberangkatkan ketingkat Nasional, namun dibatalkan.
Kasus pembatalan ini menurut dia, tidak hanya terjadi sekali namun tiap kali pengiriman perwakilan Kabupaten Kotim untuk mewakili Provinsi ketingkat Nasional selalu dibatalkan misalnya dalam cabang karate.
Rawut wajahnya begitu tegang ketika menceritakan anak didiknya itu tidak diberangkatkan, bukan karena tidak ada biaya melainkan nepotisme dari oknum pejabat pelaksana teknis lapangan memberangkatkan bukan pelatih atau pembina atlet sebenarnya melainkan teman sejawat. Mungkin ini bukan hanya terjadi di Kabupaten saja melainkan ditingkat Provinsipun sama.
Nepotisme, memang telah lama menjelma dikalangan pejabat teknis lapangan dan bahkan berani menjual nama pelatih agar nafsunya ingin mendampingi para perwakilan yang akan diberangkatkan bisa terlaksana karena hanya ada satu tujuan meraup keuntungan.
Keuntungan disini bisa diartikan sebagai refresing atau jalan-jalan, karena menggunakan bahasa “mumpung” disamping itu, dari bentuk refresing tersebut ada imbalan yang dibilang lumayan besar yakni minimal Rp. 1 juta sebagai ongkos lelah selama mendampingi para perwakilan.
Teman saya ini yang sekarang bertugas sebagai security lantas mencontohkan, pada saat mewakili Kabupaten Kotim ketingkat Provinsi beberapa bulan yang lalu. Disecarik kertas terdapat tulisan “Untuk biaya transportasi dan akomodasi ditanggung sepenuhnya oleh panitia pelaksana,” alhasil, setelah pembagian uang saku untuk atletik ternyata tiap orang diminta biaya transportasi dan akomodasi dengan alasan panitia kekurangan dana. “Tiap orang diminta dua ratus ribu,” ujarnya dengan kesal.
Kekesalannya ditumpahkan dengan mengepalkan tangan kanannya kuat-kuat sebagai ekpresi bahwa apa yang dilakukan oleh oknum pejabat tersebut “beda kulit dan isi”. Mengapa beda kulit dan isi?. Menurut dia, dimata publik bahwa kegiatan ini murni demi pemenang namun dibelakang publik bagai sosok hantu yang menakutkan serta menyebalkan dan tidak ada rasa malu bahwa apa yang tengah dilakukan itu membawa nama baik instansi tempat bekerja. “Dia tidak segan-segan menjual nama instansi demi hawa nafsunya,” celotehnya.
Diakhir perbincangan, maklum matahari sudah condong diarah barat dan warna langit merah bercampur dengan kuning keemasan. Dia sempat bertanya, akankah nepotisme ini bisa dilenyapkan?, dan adakah orang yang benar-benar jujur menjalankan tugas yang diamanahkan?, dan bisakah penomena ini sirna apabila masih terdapat otak-otak yang didalamnya berisi ambisi keserakahan. (fin)